Rabu, 22 Oktober 2008

Tugas Opini Publik 1

Extra Joss mendapat serangan bertubi-tubi dari para pesaing. Saat berkonsentrasi mencegat Hemaviton Jreng, Kuku Bima Energy datang menghadang. Persaingan kian panas. Akankah Extra Joss terjungkal? Siapa yang bakal unggul?

Mungkin luput dari perhatian kita. Fenomena bundling produk AMDK dengan Extra Joss yang dilakukan pedagang asongan sudah sangat jarang kita temui. Kini, sebagian besar pedagang asongan hanya menjajakan AMDK, tanpa Extra Joss. Padahal, dulu bundling produk yang tidak pernah masuk dalam strategi kedua produsen ini seakan-akan menjadi amunisi wajib bagi para sopir dan pekerja kasar lainnya.

Tebersit pertanyaan, ada apa dengan Extra Joss? Adakah produk ini sudah masuk ke tahap declining? Memberikan jawaban bagi kedua pertanyaan di atas, memang masih terlalu dini. Namun, apa yang dialami Extra Joss saat ini mungkin mirip dengan yang dikisahkan Jesper Kunde dalam bukunya Corporate Religion tentang kejatuhan Adidas. Dalam bukunya, Kunde membuktikan bahwa pemasaran bukanlah hanya sebatas science; pemasaran juga membutuhkan penjiwaan. Ini terbukti lewat cerita kejatuhan Adidas kala ditinggal oleh CEO yang sangat menjiwai olah raga.

extrajoss.jpeg


Hal yang sama sepertinya juga dialami Extra Joss. Produk fenomenal produksi PT Bintang Toedjoe (BT) ini seperti limbung kala ditinggal komandan, Simon Jonatan. Tanpa bermaksud memuji, fakta menunjukkan bahwa di tangan Simon Extra Joss demikian perkasa. Pertumbuhan penjualan produk yang menjadi cash cow BT ini setiap tahun selalu double digit. Namun, sepeninggal Simon, penjualan Extra Joss dalam dua tahun terakhir stagnan, bahkan cenderung turun.

Sumber SWA di lingkungan BT menampik kabar penurunan penjualan Extra Joss dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, penjualan Extra Joss tergolong masih cukup baik kendati pertumbuhannya tidak seperti yang diharapkan lagi. “Kalau turun mungkin tidak, tapi pertumbuhannya mungkin sudah tidak sebagus tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.

Hal ini, menurutnya, wajar bagi produk yang sudah sebesar Extra Joss. Dengan penguasaan pasar di atas 60%, sulit bagi BT tetap mengharapkan pertumbuhan penjualan di atas 10%. Hal ini, lanjut sumber tadi, salah satunya disebabkan karena daya beli masyarakat — khususnya dari kalangan menengah-bawah — menurun cukup tajam. Padahal, segmen pasar ini merupakan salah satu komponen penting dalam jajaran pelanggan Extra Joss.

Dia sama sekali tidak menyinggung persaingan sebagai salah satu penyebab stagnannya penjualan Extra Joss dalam tiga tahun terakhir. “Semakin banyak pemain dan semakin banyak yang beriklan, pasarnya seharusnya meningkat. Yang terjadi saat ini adalah pemain bertambah, iklan bertambah, tapi pasarnya segitu-segitu saja,” ungkapnya.

Sumber tadi boleh saja berkilah, tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa Extra Joss saat ini kerepotan menghadapi pemain-pemain lain yang belakangan sangat aktif menggarap pasar. Salah satunya, Hemavitong Jreng. Produk besutan PT Tempo Scan Pacific (TSP) ini memang sedang gencar-gencarnya mengembangkan pasar, salah satunya lewat iklan.

Berdasarkan pantauan Nielsen Media Research, hingga September 2004, TSP telah mengucurkan tak kurang dari Rp 19,5 miliar untuk mengomunikasikan produknya di berbagai media. Angka ini memang masih jauh di bawah Extra Joss yang untuk periode yang sama telah menghabiskan Rp 103,6 miliar, tetapi dampak dari komunikasi yang dilakukan TSP terasa lebih besar dibanding hasil yang diperoleh BT dengan bujet yang sangat ambisius.

Perlahan tapi pasti, Hemaviton Jreng mulai menggerogoti pasar Extra Joss. Saat ini, pangsa pasar mereka diperkirakan mencapai 20% (Extra Joss di atas 50%). Namun, ini jelas bukan berita baik bagi BT. Karenanya, BT merespons dengan meluncurkan varian terbarunya, Extra Joss LG.

Dari sisi produk ataupun cara BT mengomunikasikannya, Extra Joss LG jelas diposisikan untuk menghantan Hemaviton Jreng. Rasanya dibuat lebih manis dan kemasannya berwarna merah (Hemaviton Jreng rasanya juga manis dan kemasannya juga merah). Demikian juga, cara komunikasinya: BT seolah-olah mengingatkan konsumen untuk tidak memilih produk yang asal merah kemasannya.

Namun, sumber SWA tadi mengelak jika dikatakan bahwa peluncuran Extra Joss LG adalah untuk menghantam Hemaviton Jreng. “Berdasarkan riset konsumen yang kami lakukan, ada sebagian konsumen yang kurang menyukai rasa asam Extra Joss, karena itu kami luncurkan varian dengan rasa yang lebih manis,” ungkapnya. Dia juga mengatakan, pihaknya merasa bahwa pasar juga cenderung sudah jenuh, sehingga dibutuhkan varian baru untuk menyegarkannya.

Menurut Simon, salah satu faktor yang membuat Hemaviton Jreng dapat cepat diterima pasar adalah karena mereka masuk pada saat yang tepat. “Mereka masuk pada saat Extra Joss kekurangan stok beberapa waktu lalu, sehingga mereka bisa menikmati pasar,” ujar CEO Brandmaker ini. Cerdiknya lagi, mengetahui Extra Joss kekurangan stok, Simon melanjutkan, TSP langsung mengisi seluruh jalur distribusi dan menggebrak lewat iklan yang sangat gencar.

Dia mengatakan, strategi BT dengan meluncurkan Extra Joss LG untuk menghadang Hemaviton Jreng merupakan blunder besar. Seharusnya BT menerapkan strategi fighting brand, misalnya dengan menggunakan merek Extraviton atau lainnya, dan langsung mengajak Hemaviton Jreng perang secara head to head. “Seharusnya brand Extra Jossnya jangan diganggu-gugat, biarkan positioning-nya tetap lebih tinggi dibanding brand lainnya,” jelasnya.

Simon memang agak kritis terhadap kinerja merek yang pernah dibesarkannya ini. Dari sisi komunikasi, misalnya, menurutnya komunikasi Extra Joss saat ini cenderung menurun dibanding saat ia tangani dulu. “Dulu kami menggunakan Del Piero sebagai bintang iklan, kok sekarang malah menggunakan Gogon,” ujarnya mengkritik. Bintang iklan lainnya yang kini digunakan Extra Joss, dikatakannya, cenderung menurunkan citra Extra Joss. Menurutnya, komunikasi suatu merek harus terus diangkat agar citranya juga terus meningkat.

Sekarang, belum lagi selesai menghadapi serangan Hemaviton Jreng, BT kembali mendapat serangan dari PT Sido Muncul (SM), lewat produknya Kuku Bima Energy. Menurut Irwan Hidayat, Presiden Direktur SM, peluncuran produk ini didasari pada posisi SM sebagai produsen jamu yang kian terdesak. Dia mengatakan, awalnya dia sudah cukup happy dengan kinerja perusahaannya di kancah industri jamu. Namun, belakangan semakin banyak perusahaan dari industri farmasi yang mulai masuk ke kategori jamu. “Industri jamu itu pasarnya kecil, hanya 10% dari industri farmasi. Nah, kalau sekarang perusahaan-perusahaan farmasi juga masuk ke industri jamu, kami bakal kebagian apa?” ungkapnya.

Karena alasan itu, Irwan mengatakan, SM harus mencari peluang lain di luar industri jamu. Salah satunya, kategori minuman energi. Kategori ini dipilih, menurut dia, karena memiliki pasar yang sangat besar, sedangkan jumlah pemainnya belum terlalu banyak. Ia memperkirakan, pangsa pasar kategori ini (hanya minuman energi serbuk) tak kurang dari Rp 1 trilyun/tahun, dan pasarnya masih terus tumbuh. “Kami memang belum berpikir untuk mengalahkan market leader. Kami hanya ingin mengambil sedikit porsi dari pasar yang besar itu,” ujarnya merendah.

Menurut Irwan, masuknya SM ke kategori minuman energi ini bukanlah tanpa modal. Dia mengatakan, SM setidaknya memiliki tiga modal utama. Pertama, merek yang cukup kuat, yaitu Kuku Bima. Menurutnya, merek ini masih sangat sesuai jika digunakan untuk kategori minuman energi. Kedua, jaringan distribusi yang sangat luas. Irwan mengatakan, saat ini setidaknya SM memiliki sekitar 150 ribu jalur distribusi berupa pedagang jamu yang tersebar di seluruh Indonesia. “Memang outlet jamu saja tidak cukup untuk kategori produk ini, tapi setidaknya kami punya modal yang tidak dimiliki pemain lain,” ungkapnya. Ketiga, plan yang masih belum dimanfaatkan, sehingga untuk masuk ke kategori ini modal yang harus dikeluarkan tidaklah terlalu besar.

Selain modal, SM juga merasa memiliki celah yang bisa dimanfaatkan. “Salah satu ciri pemain dari industri farmasi adalah selalu ingin untung besar,” ungkap Irwan. Dia mengatakan, untuk produk minuman energi, rata-rata margin yang diambil pemain seperti BT atau TSP hampir 100%. Karena itu, tak mengherankan, rata-rata mereka sangat berani menghambur-hamburkan uang dalam beriklan.

SM sendiri menurutnya sudah sangat terbiasa dengan iklim di industri jamu yang memiliki margin sangat rendah. Karenanya, SM memanfaatkan peluang ini untuk dapat menjual produknya dengan harga yang lebih murah, paling tidak sampai tingkat distributor atau pedagang eceran. “Pada akhirnya harga ke konsumen sebagian besar memang sama dengan harga produk kompetitor, tapi dengan begitu kami memberikan margin yang lebih besar kepada pedagang, dan ini setidaknya cukup untuk membuat mereka mau menjual produk ini,” kata Irwan.

Menurut Irwan, dengan menawarkan keuntungan yang lebih besar kepada pedagang, diharapkan mereka mau mati-matian menjual produk ini. “Sekarang saja, sudah ada pedagang yang sangat ekstrem tidak mau menjual produk lain,” ungkapnya. Dan karena itu, hanya dalam waktu kurang dari 6 bulan, tingkat penetrasi Kuku Bima Energy sudah bisa menyamai produk-produk lain. Padahal, SM boleh dibilang merupakan pendatang baru di jalur distribusi ini.

Dari sisi produk, Kuku Bima Energy sebenarnya tidak berbeda dari produk minuman energi lainnya. Sebagai diferensiasi, SM menambahkan ekstrak ginseng pada produknya agar manfaat produk ini lebih terasa. Irwan mengatakan, penambahan ginseng pada produk ini berdasarkan hasil riset yang mereka lakukan sebelumnya: masih banyak konsumen yang mengeluhkan khasiat produk-produk yang ada sebelumnya.

Layaknya produk-produk baru lainnya, SM pun saat ini tengah gencar mengomunikasikan produknya di berbagai media. Data Nielsen Media Research menunjukkan, sejak diluncurkan pada April 2004 hingga September 2004, SM sedikitnya telah mengucurkan Rp 18,1 miliar untuk mengomunikasikan produk terbarunya ini.

Uniknya, dalam mengomunikasikan produk ini, SM menggunakan Donny Kusuma sebagai bintang iklannya. Padahal, Donny pernah lama menjadi bintang iklan Extra Joss. Menurut Irwan, dari segi postur, Donny sangat mewakili konsumen minuman energi. Selain sebagai figur publik, Donny juga seorang atlet. Selain itu, SM juga ingin menciptakan opini bahwa kehadiran Kuku Bima Energy telah berhasil membuat ikon minuman energi (Donny – Red.) berpindah. “Kami tahu ini kurang lazim, tapi kami yakin kami mengambil keputusan yang benar,” ujar Irwan. Dan hingga saat ini, Irwan merasa cukup puas dengan kinerja Donny sebagai bintang iklan produknya itu.

Sebenarnya, sah-sah saja bagi SM mengontrak Donny sebagai bintang iklannya. Namun, menurut Simon, langkah ini cenderung akan membawa dampak yang negatif. “Kalau SM ingin menjadikan Kuku Bima Energy sebagai brand besar, strategi ini akan lebih banyak membawa dampak negatif. Tapi, kalau mereka hanya ingin mengambil sedikit dari kue yang tersedia sih, sah-sah saja,” ungkapnya.

Simon mengatakan, citra Donny sudah sangat melekat dengan Extra Joss; Extra Joss menggunakan Donny saat bintang ini belum banyak dikenal orang. Lagi pula, belakangan citra Donny juga cenderung turun, apalagi ditambah dengan usianya yang memasuki masa sunset untuk kategori atlet.

Secara teori, Simon boleh jadi benar. Dan hal itu pun sempat masuk dalam pertimbangan SM. Kenyataannya, penjualan Kuku Bima Energy terus tumbuh. Meski enggan menyebutkan angka pastinya, Irwan mengatakan bahwa volume penjualan mereka saat ini jauh lebih besar dari yang mereka perkirakan. Melihat kenyataan ini, SM langsung pasang target meraih 10% pasar dalam satu tahun pertamanya. “Persaingan sangat ketat, dan kami sangat tahu ada pemain yang sangat kuat di kategori ini, karenanya sementara ini kami masih hati-hati dalam menentukan target,” ujar Irwan.

Langkah awal yang manis ini pun semakin mempertebal semangat SM di kategori minuman energi. Bahkan, dalam waktu dekat SM akan meluncurkan minuman energi cair untuk semakin meramaikan persaingan di kategori ini. “Sebenarnya dari awal kami sudah berencana masuk ke kedua kategori ini. Kami luncurkan serbuk lebih dulu karena kami anggap lebih siap,” ungkap Irwan.


Opini Publik diatas sudah memenuhi kredibilitas, kopetensi dan akuntabilitas

Tidak ada komentar: